PENGORBANAN MENDATANGKAN KEBAHAGIAAN

Pada tahun kedua , Aku menepati janji  pada Ayahku untuk  belajar ilmu Agama dengan masuk Pondok Pesantren. Setelah shalat subuh aku bersiap diri dan membawa bekal serta keperluan sekolah, jam 06.00 pagi aku berangkat dengan seragam SMK, dan jam 06.00 petang  aku pulang ke Asrama dengan seragam Pondok Pesantren.

 

Tanpa lelah ku jalani semuanya dengan penuh sukacita, harus benar-benar pandai mengatur waktu,  makan saja disempat-sempatkan, ketika sedikit saja teledur maka amburadul semua kegiatan. Ketinggalan Taksi sehingga harus jalan beberapa kelometer agar bisa pergi ke Pondok Pesantren, terlambat masuk kelas , ditegur sama ustdz dan berbagai macam tantangan lainnya yang harus ku hadapi, Alhamdulillaah semua dapat ku jalani selama bertahun-tahun.

 

Saat yang ditunggu tiba aku lulus Sekolah Menengah Kejuruan, ingin sekali kuliah, namun apa hendak dikata keinginanku itu terpaksa kuurungkan.

Pagi itu aku mendengar percakapan Ibuku dengan Bibiku.

“Kaaa! Aiye mau kuliah dimana”?

“Bagaimana bisa memasukan dia kuliah, tahun ini panen lagi kurang baik, usaha Ayahnya lagi surut, Adiknya juga mau masuk Sekolah Tingkat Atas dan yang satunya kelas 3 MTS, semua memerlukan biaya besar”

“Sabar kaaaa! Allah SWT sudah menjamin rezeki kita, apalagi untuk pendidikan anak, jangan khawatir, Rasulullah SAW bersabda” :

Diantaranya hadist Nabi Saw. dalam Musnad Asy Syihab karya Muhammad Al Qudha’i

(w. 454 H) diriwayatkan oleh Sayyidina Zaid bin Haritsah (w. 8 H) :

 

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ تَكَفَّلَ اللَّهُ بِرِزْقِهِ

Artinya : Barangsiapa yang mencari ilmu, maka Allah Swt akan menjamin dengan rezeki-Nya.

 

” Rezeki memang sudah diatur tapi kita juga harus terus berusaha kan Dik!”  Jawab Ibuku

“Dan jangan lupa berdo’a juga Ka!, agar dimudahkan “.

“Iya Dik! Kaka akan selalu berdo’a agar anak-anak mendapatkan pendidikan yang terbaik, dan apa yang ditaqdir Allah itulah yang terbaik bagi mereka, semoga kita bisa menerimanya”

Setelah memasukan Adikku ke sekolah STM,  kemudian  membayar  semua keperluan Adik yang kedua, Ibu  memintaku untuk bersabar karena tidak ada biaya untuk  kuliah.

“Ayah sudah berusaha untuk mencari tambahan tapi belum dapat”

 

Perasaan sedih menyelimuti hatiku, tapi aku harus mengerti dengan keadaan orang tua, dan ikhlas menerima semuanya.  Kesedihan hatiku terobati  saat Ibu dan Ayah  masih mengijinkanku mondok dan belajar di Pesantren.

Pembelajaran di Pondok Pesantren dilaksanakan siang , jadi pagi hari ku isi dengan berbagai kegiatan, ikut pengajian rutin dirumah ustdz-ustdzah,  belajar Al Qur an dan masuk program dakwah. Beberapa kali mewakali Pontren  dalam lomba Syarhil Qur an dan Al hamdulillaah selalu dapat juara, sehingga Pontren kami jadi juara umum berturut-turut selama tiga tahun.

 

Pendidikan di Pontren pun berakhir. Ketika  mendengar Pondok Pesantren membuka program pendidikan baru agar santri-santriwati dapat menikmati pendidikan tinggi setara dengan sarjana ( S1), angan-anganku melayang tinggi menjulang, hingga menembus indahnya cahaya bintang. Ya Allah akankah keinginku ini kau ijabah, lamunanku tiba-tiba terhenti, ketika terdengar ketukan didepan pintu kamarku.

 

“Assalamu’alaikum,  Ukhti mau pulang kampung hari ini”? tanya temanku disebelah kamarku.

Wa’alaikum salam, inggh Diiik!. Aku bersama teman-teman kumpul bercengkerama seraya mengucapkan salam perpisahan, tangis haru biru menyelimuti hati kami, saatnya berpisah dengan rekan-rekan yang baik dan shalihah.

Sesampainya dikampung, aku disambut oleh keluarga dengan riang gembira. Beberapa kak dan adik sepupuku yang rumahnya dekat  juga datang ke rumah. Mereka usianya sebaya dengaku tapi sudah memiliki dua dan tiga orang anak.

“Asyiik Aiye sudah selesai mondoknya, kapan menikah”?  Tanya Kaka sepupuku

“Iya kaa! nanti keburu tua, susah dapat jodohnya” Ucap Adik sepupuku.

Mendengar kata-kata kedua sepupuku, aku hanya terdiam, tidak bisa berkata apa-apa.

 

Semakin lama di rumah, semakin banyak orang yang menanyakan diriku. Dulu orang-orang datang ke rumah berniat untuk melamar, aku masih punya alasan untuk menolak, karena  masih belum selesai sekolahnya.

” Ibu sudah tidak kuat naaak  mendengar omongan orang, kau anak gadis Ibu satu-satunya, kami tidak ingin Aiye jadi perawan tua, lihat semua teman-temanmu sudah punya anak semua. Urungkan niatmu untuk melanjutkan pendidikan, Ibu mohoon”

 

Dengan  berlinang air mata, aku setuju dengan permintaan orang Ibuku demi menjaga nama baik orang tua. Padahal usiaku saat itu baru lsembilan belas tahun. Usiaku belum tua tapi karena pada saat itu semua anak gadis menikah diusia muda, maka aku dianggap sudah tua. Niat hatiku ingin melanjutkan pendidikan Pesantren  kejenjang berikutnya pun pupus, lagi-lagi keinginan itu hanyalah sebuah angan, bagai pungguk merindukan rembulan.

 

Akhirnya aku menikah dengan seorang laki-laki yang dulu satu asrama dengan Adik sepupuku. Adik pernah membawanya  ke rumahku  pada waktu liburan  sekolah. Saat itu aku marah Adik sepupuku, karena membawa orang ( laki-laki ) ke rumah. Ternyata Qadarullaah dia adalah jodohku. Satu tahun menikah kami dikarunia seorang anak yang cantik dan lucu. Setelah usia anakku satu tahun, aku dapat tawaran untuk mengajar di sekolah MTSku dulu,  satu tahun mengajar ternyata sekolah menerima bantuan dari PEMDA  untuk guru honorir, dengan uang itu aku dapat masuk kuliah, tentunya dengan persetujuan suamiku.

 

Dari kejadian ini, aku sadar bahwa: ” Allah SWT akan memberikan suatu kebaikan dari pengorbanan yang kita lakukan demi kebaikan keluarga dan orang lain”.

Hal Jazaaul ihsaan illal ihsaan

Artinya : ” Tidak ada balasan atas kebaikan kecuali kebaikan ( pula )”  ( QS. Ar Rahman ayat 60)

 

Rumnah Humberi adalah seorang wanita dari desa yang

punya dua orang, dia memiliki  keingin menebar manfaat lewat sebuah tulisan

Semoga mimpinya menjadi kenyataan. Aamiin

Alhamdulillaah dengan bergabung bersama Tim Madani  membuat saya

bisa mewujudkan impian yang lama terpendam.

Kalau ingin tau cerita yang lebih seru dan asyik, ikuti cerita selanjutnya pada

buku saya  yang berjudul ” SEMASA BERSAMAMU “. selamat membaca!

Salam literasi.